Sadari Bahaya Bullying Mulai Saat Ini

Blog Single

Fenomena bullying di berbagai daerah semakin meningkat 30-60% setiap tahunnya tak terkecuali di lingkungan sekolah dengan pelaku dari siswa. Kasus bullying ini berdasarkan data KPAI per 13 Februari 2023 terdapat sekitar 1138 kasus kekerasa fisik, psikis termasuk perundungan. Berbagai bentuk tindakan bullying yang banyak terjadi berdasarkan data di Programme for International Students Assessment (PISA) anak dan remaja di Indonesia diantaranya 15% intimidasi, 19% dikucilkan, 22% dihina, 14% diancam, 18% di dorong hingga dipukul, dan 20% digosipkan kabar buruk.

Sebelum lebih jauh mandalami perilaku bullying ini, mari kita kenali apa itu bullying. Bullying dalam segi bahasa artinya penindasan atau menggertak atau mengganggu orang lain. Sedangkan dalam istilah bullying merupakan segala bentuk kekerasan dan penindasan yang dilakukan dengan sengaja oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. Selain itu dapat pula diartikan sebagai perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang secara berulang-ulang ditujukan pada seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan untuk menyakiti baik fisik maupun mental.

Bentuk bullying yang sering ditemui diantaranya :

  • Fisik meliputi pukulan, menendang, menampar, meludahi, atau segala bentuk kekerasan fisik.
  • Verbal meliputi celaan, fitnah, menggunakan kata-kata yang tidak baik untuk menyakiti orang lain.
  • Relasional meliputi pengabaian, pengucilan, cibiran, dan segala bentuk tindakan untuk mengasingkan dari kelompok atau komunitasnya.
  • Cyber meliputi segala bentuk tindakan menyakiti orang lain dengan sarana media elektronik berupa rekaman video intimidasi, pencemaran nama baik lewat media sosial.

Dari beberapa bentuk bullying tersebut, penyebab seseorang melakukan perilaku bullying diantaranya :

  • Dendam seperti ketidakmampuan membalas perilaku karena merasa tidak mampu, membuat pelaku menyalurkan amarah pada orang lain yang dirasa mungkin
  • Pengaruh negatif media yang menjadikan tontonan yang tidak tepat
  • Ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban (fisik, kekuasaan, keadaan emosional)
  • Memunculkan permusuhan
  • Kurang percaya diri dan cenderung mencari perhatian karena timbulnya perasaan dominan, puas, dan merasa kuat dengan membully.

Bullying bisa terjadi dimana saja seperti sekolah, siswa didapati melakukan perilaku ini disebabkan karena tidak ada yang melapor karena takut, malu, dan lainnya atau bisa terjadi karena perbedaan yang tipis antara bercanda biasa dan yang mengarah ke bullying dimana cenderung kurang memahami tentang bullying. Di lingkungan keluarga juga tidak dapat dipungkiri terjadi bullying seperti melontarkan kritik yang tidak membangun, lelucon yang terkesan merendahkan, melakukan silent treatment dengan tujuan menghukum korban, melebih-lebihkan kelemahan dan kesalahan yang lainnya. Kemudian di lingkungan sekitar seperti kondisi yang terkesan ditolak oleh lingkungan, atau mayoritas yang menindas minoritas. Tentunya di era digital ini bullying juga merebak di dunia maya. Pasalnya menurut hasil riset Digital Civity Index pada Mei 2020 oleh Microsoft, Indonesia menempati peringkat pertama sebagai Negara Paling Tidak Sopan Se-Asia Pasifik diantaranya perilaku tidak sopan yang perneh dialami warganet adalah hate speech, mendapatkan hoax dan penipuan, serta merasakan tindakan diskriminasi di media sosial.

Lalu apa saja dampak dari bullying? Dampak jangka pendek yaitu perasaan tidak aman, takut ke sekolah, merasa terisolasi, rendah harga diri, stress, dan depresi. Sedangkan jangka panjangnya adalah korban mengalami gangguan emosional dan perilaku bahkan berujung pada keinginan bunuh diri. Berkaitan dengan ketakutan dan gangguan psikologis 16.000 siswa mengalami bolos sekolah setiap harinya dan 1 dari 10 siswa pindah dari sekolah.

Bagaimana orang tua menyikapi hal ini? Jika anak adalah korban bullying, ajaklah anak untuk mencurahkan isi hati dan validasi perasaannya. Bantu mereke mengelola lonjakan kemarahan dan agresi yang mereka rasakan. Temukan cara untuk menghidupkan kembali harga diri mereka. Kemudian tunjukkan kasih sayang yang besar pada mereka agar muncul perasaan diterima. Namun jika anak sebagai pelaku, orangtua bisa mengajak bicara dengan mengenal apa yang dilakukan, cari penyebab anak melakukan tersebut dengan kenali perkembangan emosi dan kebutuhan psikologis yang belum didapatkan. Posisikan diri untuk menolong anak bukan menghakimi anak. Ajarkan rasa empati terhadap sesama. Ajak anak untuk mengelola energi pada hal-hal positif. Menetapkan aturan perilaku yang konsisten kemudian mengajak anak untuk introspeksi diri.

Referensi :

https://klikjabar.id/bullying-mempengaruhi-kesehatan-mental-korban-dan-pelaku

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210225115954-185-610735/riset-netizen-di-indonesia-paling-tak-sopan-se-asia-tenggara